Bagi jagat Bangka Belitung, PT. Koba Tin sangat populer dan pernah berjaya pada masanya. Sisa-sisa aset milik perusahaan pengelola pertambangan timah di Bangka Belitung ini menjadi bukti bahwa dulu pernah ada perusahaan tambang besar yang berpusat di Koba, Bangka Tengah.
Namun nahas, kejayaan perusahaan besar tersebut hanya menyisakan sejarah kedig-dayaannya, menyisakan aset yang menjadi kenangan hingga kini masih dapat disaksikan generasi milenial dan generasi tik-tok. Wilayah yang pernah kuasai pun saat ini berstatus sebagai Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
WPN diatur dalam Pasal 1 Ayat 33 UU Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau akrab disebut UU Minerba. Diketahui, Wilayah Pencadangan Negara (WPN) merupakan bagian dari Wilayah Pertambangan yang dicadangkan, tentu saja bertujuan untuk kepentingan strategis nasional.
Dalam hal ini Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 27 Ayat 4 UU Minerba. Namun demikian, tetap saja harus memperhatikan aspirasi daerah. Sederhananya, WPN dapat dikatakan sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.
Pada peraturan perundang-undangan tersebut WPN juga memiliki peluang untuk berubah status, menjadi Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Perubahan status ini juga harus disesuaikan dengan aspirasi daerah dalam hal ini masyarakat setempat.
Esensinya, kekayaan alam yang dimiliki merupakan anugerah Allah SWT untuk masyarakat yang menempati wilayah dengan kandungan kekayaan alam tersebut. Selain itu, mengatur perubahan status ini juga harus memperhatikan beberapa pertimbangan, yaitu :
- Pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri
Meskipun saat ini timah bukan lagi sebagai komoditas strategis, kebutuhan akan timah dalam negeri dan dunia internasional tidak ada habisnya. Berbanding lurus dengan penguasaan pasar produk elektronik dan produk lainnya yang menjadikan timah sebagai bahan mentah. Artinya, dalam kacamata industri kebutuhan akan timah akan terus bergulir, baik domestik maupun internasional.
- Sumber devisa negara
Devisa negara bisa diartikan sebagai nilai kekayaan yang dimiliki negara dalam bentuk mata uang asing yang mana nilai kekayaan tersebut harus diakui secara global oleh negara lain. Hingga hari ini komoditas timah masih aktif dalam proses ekspor dengan mata uang dolar sebagaimana pada peraturan transaksi dunia, khususnya Indonesia.
- Kondisi wilayah yang didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana
Bangka Tengah, salah satu kabupaten di provinsi Bangka Belitung masih memiliki ragam kekurangan, terutama dalam hal infrastruktur utama dan penunjang. Masih banyak infrastruktur yang diperlukan sebagai aspek penunjang pertumbuhan ekonomi.
- Memiliki potensi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
Salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada tingkat besar kecilnya perputaran uang disuatu daerah. Pertambangan salah satu upaya untuk meningkatkan besaran perputaran uang didaerah eksploitasi.
Dengan adanya aktivitas pertambangan, dengan sendirinya akan menyerap pengangguran, menumbuhkan usaha mikro, kecil dan menengah serta pendapatan desa jika aktivitas pertambangan benar-benar dilakukan sesuai dengan peraturan, kaidah dan etika bisnis. Potensi tersebut digambarkan dengan adanya aktivitas pertambangan, bagaimana jika ada pabrik sebagai industri hilirisasi, tentu akan lebih dahsyat bukan?
- Daya dukung lingkungan
Bukan hanya masyarakat Bangka Tengah, sebagian besar masyarakat Bangka Belitung belum bisa lepas dari pertambangan timah. Hingga hari ini, pertambangan timah masih memiliki peranan penting dalam melicinkan roda ekonomi Bumi Serumpun Sebalai.
Selain itu, Covid-19 telah berhasil menyerap energi dan menambah masalah-masalah baru, misalnya angka pengangguran yang kian meningkat. Pada lingkungan seperti inilah, potensi akan daya dukung eksplorasi timah menjadi pertimbangan.
- Penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar
Teknologi yang digunakan dalam menjalankan aktivitas pertambangan timah cukup bervariasi. Ada yang bisa di jangkau dengan modal besar dan ada juga teknologi dengan modal menengah hingga kecil.
Dengan kewenangan Menteri, WIUPK dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau badan usaha swasta. Meskipun pihak swasta memiliki peluang sebagai penerima WIUPK. Menteri dalam memberikan WIUPK harus terlebih dahulu menawarkan kepada BUMN atau BUMD secara prioritas.
Peraturan tersebut termaktub dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012. Artinya, BUMN atau BUMD berada pada skala prioritas, dan jika keduanya tidak berminat maka dilakukan dengan cara lelang.
Tulisan ini berangkat dari beberapa fenomena yang terjadi dalam waktu terakhir, sehingga WPN (eks PT. Koba Tin) menjadi alternatif baru bidang usaha yang dijalankan BUMD.
Pemerintah daerah dapat menghemat energi yang selama ini berkutat pada permintaan saham PT. Timah. Tbk, seyogyanya perusahaan plat merah tersebut memiliki saham dalam bentuk terbuka.
Selain itu, peluang oleh BUMD untuk mempertegas kepemilikan kekayaan yang seharusnya memang dimiliki oleh daerah setempat.
Oleh : Ari Juliansyah, S.E., M.M., M.H